Selasa, 14 Juni 2016

PENCEGAHAN PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL

B. UPAYA PREVENTIV/PENCEGAHAN PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL
      Sejak berlakunya UU Nomor 4 Tahun 1982, kemudian diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), perhatian terhadap pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri pada umumnya termasuk limbah industri tekstil hampir tidak pernah suruut. Beberapa kasus pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri tekstil, misalnya kasus pencemaran Sungai Simalungun (Medan), Kali Ciliwung (Tangerang), Sungai Cikijing, Rancaekek (Kabupaten Bandung), Sungai Citarum (Bandung) dan kasus lainnya, secara empirikal dipandang cukup mengganggu dan meresahkan kehidupan masyarakat serta mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup. Air sungai yang biasa digunakan masyarakat semakin menghadapi ancaman pencemaran akibat buangan sisa-sisa bahan kimia dan kotoran lainnya.
Menghadapi realita tersebut, pakar lingkungan mengemukakan pula bahwa air sungai sekarang tidak dapat begitu saja digunakan, mungkin tampaknya air itu masih bersih tetapi ternyata banyak mengandung kotoran detergen, pestisida, kotoran manusia dan sisa-sisa bahan kimia lainnya yang mengubah bau air itu. (A. Tresna, 1991)
Berikut adalah beberapa hal penting yang berkaitan dengan upaya preventif/pencegahan terhadap pencemaran limbah industri tekstil antara lain :
1.      Karakteristik Limbah Industri Tekstil
      Sebagaimana diketahui bahwa industri tekstil nasional yang bergera sebagai industri hilir dimulai dari industri pembuatan benang (pemintalan), industri pembuatan kain (penenunan, perajutan), industri penyempurnaan tekstil (finishing) sampai industri pakaian jadi (garmen). Sedangkan industri pembuatan serat, polimer tekstil, zat warna tekstil, dan zat kimia pembantu proses tekstil lainnya merupakan industri hulu.
      Berikut adalah karakteristik limbah industri tekstil yang dihasilkan oleh masing-masing industri tekstil tersebut, antara lain :
a. Karakteristik Limbah Industri Pemintalan (Pembuatan Benang). Limbah yang dihasilkan dari tahapan proses pemintalan adalah debu dari serat pendek dan kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin.
b.  Karakteristik Limbah Industri Pembuatan Kain (Penenunan, Perajutan). Limbah yang dikeluarkan adalah debu dan kebisingan, tetapi pada proses penganjian benang yang menggunakan larutan kanji, menghasilkan limbah cair yang berupa sisa larutan kanji yang telah digunakan.
c.  Karakteristik Limbah Industri Pakaian Jadi (Garmen). Limbah yang dikeluarkan berupa limbah padat yang dapat dimanfaatkan kembali.
d. Karakteristik Limbah Industri Penyempurnaan Tekstil (Finishing). Proses ini merupakan penghasil limbah cair terbesar dari semua jenis proses pada industri tekstil.
Berdasarkan karakteristik limbah industri tekstil tersebut, mengidentifikasikan bahwa aktivitas industri tekstil pada umumnya tetap menghasilkan limbah yang cukup variatif, baik itu limbah padat, limbah debu, maupun limbah cair. 

2.      Upaya-upaya  Pencegahan Pencemaran Limbah Industri Tekstil
      Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri tekstil disadari, bahwa cepat atau lambat mengganggu kehidupan masyarakat dan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup secara berkesinambungan.
      Berlakunya UU Nomor 5 tahun 1984 (UU Perindustrian) dapat disebut sebagai langkah srtategis-yuridis dalam mencegah berbagai kemungkinan negatif timbul akibat aktivitas industri pada umumnya. Bahkan, ketentuan Pasal 21 Ayat 6 (UU Perindustrian), menyebutkan bahwa :
      “perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan
      kelestarian sumber daya alam serta pencegahan kerusakan sumber daya
      alam serta pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran
      lingkungan hidup akibat kegiatsn industri yang dilakukannya”.
      Kehadiran UU Perindustrian tersebut pada prinsipnya bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan hidup.
Berikut adalah kajian terhadap beberapa upaya pencegahan pencemaran limbah industri tekstil tersebut, antara lain :

a.      Penerapan Teknologi dan produk Bersih
Keuntungan penerapan teknologi bersih sekaligus menghasilkan produk-produk bersih dalam pandangan Clemens Mostert, salah satunya adalah meningkatkan daya saing internasional dalam memberikan pengakuan bahwa produksi bersih dapat memberikan kelebihan dalam inovasi.
Penerapan teknologi bersih yang bertujuan untuk menghasilkan produk-produk yang bersih dan ramah terhadap lingkungan dalam aktivitas industri tekstil, sesungguhnya upaya aktualisasi pencegahan pencemaran limbah industri tersebut, sehingga dampak negatifnya dapat tereliminasi dan produk bersih yang dihasilkan pun akan lebih bersaing dalam merebut pangsa pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeripada era gloobalisasi ini.
Perwujudan produk bersih tersebut dalam perspektif teoritis menurut R.E Soeriatmaja, didasarkan pada 4 stategi berikut :
Pertama, merupakan upaya penerapan stategi pencegahan yang berkelanjutan terhadap proses dan produk untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan hidup serta sumber daya alamnya.
Kedua, merupakan upaya untuk menggarap proses produksi dengan stategis yang meliputi pelestarian bahan mentah, energi, menghilangkan pemakaian bahan berbahaya dan beracun (B3), dan pengurangan kadar racun dari semua bentuk buangan dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi.
Ketiga, dalam proses menghasilkan produksi, stategi produk bersih memusatkan perhatian pada upaya pengurangan dampak lingkungan di seluruh daur suatu produk, mulai dari ekstraksi bahan mentah sampai ke pembuangan limbah produk tersebut.
Keempat, meliputi upaya penguasaan teknik pelaksanaan, penyempurnaan teknik yang telah ada, pengubahan sikap, pandangan dan prilaku produsen.
Manfaat yang utama adalah perbaikan mutu lingkungan hidup sebagai akibat berkurangnya limbah dan bahan berbahaya dan beracun yang dibuang oleh perusahaan-perusahaan  industri tersebut antara lain:
Pertama, manfaat ekonomi.
Kedua, mengurangi potensi tanggung jawab masa depan.
Ketiga, peningkatan kemampuan daya saing.
Keempat, menghasilkan citra positif di masyarakat.

b.      Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil
Kebutuhan industri tekstil akan air sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk mengurangi kadar zat pencemar (polutan) pada air limbah industri tekstil menurut Noerati Kemal, secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain :
Pertama, mengurangi zat pencemar (polutan) yang dihasilkan. Upaya ini dapat dilakukan dengan mengurangi volume air proses, berarti mengurangi volume air limbah, penggunaan sisa zat-zat kimia, dan penggunaan zat kimia yang memberikan kadar pencemaran rendah.
Kedua, mengolah air limbah sebelum dibuang ke badan air penerimaan. Karena beragamnya jenis dan ukuran polutan, pengolahan limbah cair industri tekstil memerlukan tahapan proses pengolahan, yaitu pengolahan primer, berupa ekualisasi dan netralisasi dan pengolahan sekunder untuk menghilangkan padatan dengan proses kimia atau biologi.
Konsep pengolahan limbah air industri tekstil yang ditunjukan untuk menghilangkan atau menurunkan bahan pencemar dalam air limbah secara kimia, biologi dan fisika.  
1.      Konsep pengolahan secara kimia, yaitu proses pengendapan partikel kecil yang tercampur, termasuk logam-logam berat yang terkandung dalam air limbah.
2.      Konsep pengolahan secara biologi, yaitu proses untuk mengurangi bahan-bahan organik yang berkembang didalam limbah cair dengan menggunakan lumpur aktif yang mengandung mikroorganisme didalamnya.
3.      Konsep pengolahan secara fisika, yaitu dengan cara absorpsi bahan pencemar dengan karbon aktif.
c.      Minimisasi Limbah Cair Industri Tekstil
Upaya mengurangi limbah dari sumbernya menurut skema yang bisa dipraktikkan mencakup penghematan pemakaian air, penghematan pemakaian zat kimia, modifikasi proses dan menjaga kebersihan pabrik. Berikut adalah uraian singkatnya, antara lain :
1.      Penghematan pemakaian air. Pada proses penyempurnaan tekstil, air banyak digunakan banyak proses pencucian setalah proses-proses persiapan, pencelupan, pencucian, dan peneympurnaan itu sendiri.
2.      Penghematan pemakaian zat kimia. Penghematan pemakaian zat kimia ini dapat dilakuukan dengan meninjau kembali resep persiapan penyempurnaan tekstil.
3.      Modifikasi proses. Modifikasi proses ini dilakukan dengan tetap menggunakan mesin yang sudah ada tetapi dengan perubahan di bagian, seperti proses serentak untuk persiapan penghilangan kanji (dezing), pemasakan (scouring), dan penggelantang (beaching) menjadi satu proses sehingga mengurangi pemakaian air dan bahan kimia pembantu.
4.      Kebersihan pabrik. Kebersihan pabrik ini dapat ditingkatkan dengan melakukan pengawasan terhadap setiap proses pengerjaan agar tidak terjadi penumpahan zat-zat kimia dan pembuatan larutan yang berlebihan.
Upaya minimisasi limbah cair industri tekstil dapat dilakukan pula dengan cara proses daur ulang(recycling). Konsep daur ulang ini pada prinsipnya mencakup upaya memanfaatkan, menggunakan serta mengambil kembali bahan-bahan kimia dan energi yang terdapat dalam limbah cair untuk keperluan proses produksi.
Berdasarkan konsep daur ulang tersebut, menurut Elina Hasyim, pemanfaatan limbah cair proses penyempurnaan tekstil dapat dilakukan melalui, antara lain:
1.      Penggunaan kembali (reuse) air pencuci, terutama sisa air pencuci setelah proses persiapan penyempurnaan karena sisa itu tidak mengandung warna.
2.      Pengambilan kembali (recovery) dapat dilakukan dengan heat recovery limbah cair sisa proses pencelupan dan pengambilan kembali polivinil alkohol.
Keberhasilan upaya minimisasi limbah cair industri tekstil tersebut menurut Isminingsih Gitoparmodjo dan Wiwin Winiati, sebenarnya erat hubungannya dengan penguasaan teknologi, proses, struktur, dan sifat bahan, baik dilihat dari mutu hasil produksi dan tinjauan ekonomi maupun karakteristik limbah selama dan sesudah proses produksi, tetapi dengan perencanaan yang baik dapat diukur keberhasilannya, antara lain:
1.      Peminimalan dan pengendalian limbah dan penghematan penggunaan medium (air dan bahan pelarut).
2.      Penghindaran pemakaian bahan berbahaya dan beracun (B3)
3.      Penghematan energi (uap, bahan bakar, dan listrik)
4.      Pemilihan teknologi proses dengan pemilihan mesin-mesin yang tepat guna dan upaya lainnya.
Upaya internal yang dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil sesuai dengan kondisi kemampuannya, adalah perencanaan proses produksi yang baik, akurat dan cermat mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia pembantu yang rendah beban pencemaran, pengontrolan pemakaian air yang hemat dan efisien, memanfaatkan dan menggunakan kembali (reuse) bahan-bahan kimia yang terdapat pada limbah cair untuk keperluan produksi. Semua upaya internal ini secara substantifmemiliki sinergitas dalam meminimisasi limbah, sehingga semestinya menjadi landasan konseptual dan diaktualisasikannya dalam aktivitas industri.
Sebaliknya, upaya eksternal dalam minimisasi limbah yang dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil, adalah upaya memantau limbah hasil pasca proses kegiatan minimisasi limbah. Upaya pemantauan limbah secara rutin dalam kegiatan industri akan membantu aktivitas pencegahan pencemaran limbah, sehingga kualitas dan kuantitas pemantauan patut diperhatikan dengan cermat sebagai sarana aktualisasi pencegahan pencemaran limbah industri tekstil.
Masyarakat luas pun dapat melakukan upaya pemantauan untuk membantu pihak industri tekstil dalam mencegah pencemaran limbah industrinya, meski dalam skala yang terbatas seperti hanya memberikan masukan (input) tanpa berperan aktif merumuskaan kebijakan-kebijakan teknis operasional untuk kegiatan dilapangan.

Studi Kasus
Sungai Citarum menjadi salah satu sungai yang memiliki tingkat pencemaran tertinggi di Indonesia. Menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) pada tahun 2007, terdapat sekitar 359 pabrik yang dibangun di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dan sebanyak 262 merupakan industri tekstil (Birry et al. 2012). Pada awalnya kondisi sungai Citarum layaknya sungai pada umumnya yang mana memiliki air yang jernih, terdapat ikan dan dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk memenuh kebutuhan air sehari-hari. Namun dengan meningkatnya jumlah pabrik yang ada di sekitarnya membuat kondisi sungai Citarum memburuk. Hal ini karena pabrik-pabrik tersebut membuang limbahnya ke sungai Citarum yang membuat air sungai terkontaminasi. Selain limbah yang berasal dari industri, limbah rumah tangga juga turut berperan dalam menurunkan kualitas sungai Citarum bahkan sekitar 70% pencemaran berasal dari limbah rumah tangga (Wardah 2015). Meskipun demikian, mayoritas pabrik yang ada di sekitar sungai Citarum ialah industri tekstil yang mana menghasilkan limbah berupa zat kimia berbahaya dan sulit terurai serta menyebabkan limbah pakbrik tekstil lebih berbahaya bagi lingkungan. Hal ini mengakibatkan perubahan kondisis pada sungai Citarum yang mana airnya berubah drastis menjadi keruh, matinya ikan-ikan, dan bahkan banyaknya sampah yang menggenang.

 Penyelesaian

            limbah tekstile berbentuk cair atau gas dari masing - masing pabrik seharusnya memiliki pelarut pengurai atau memiliki filter khusus agar tidak merusak dan dapat diterima oleh ekosistem jika dilepas keluar pabrik. Tindakan ini akan lebih bagusnya dapat didukung oleh pemerintah dan mendapat perhatian lebih dengan melakukan pengawasan kepada tiap - tiap pabrik terkait.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERANAN PROFESI INSINYUR

Peranan Profesi Insinyur? Insinyur  adalah orang yang berprofesi dalam bidang keteknikan , dengan kata lain insinyur adalah orang-orang ...